Selasa, 15 Maret 2011

Technopreneuship

Disini saya akan membandingkan kehidupan dari seorang karyawan baik pegawai negeri maupun swasta dengan orang yang menjadi wirausahawan atau pengusaha.

Karyawan (pegawai negri)

Saya disini akan mengambil sebuah contoh dari kehidupan sebuah keluarga yang kepala rumah tangganya bekerja sebagai pegawai negeri. Sebut saya Bp AB (nama inisial), maaf nama saya samarkan karena takut menimbulkan permasalahan. Bp AB adalah pejabat pemerintah di sebuah kecamatan. Sebagai pegawai negeri sangat enak karena kita masuk kerja atau tidak tetap mendapatkan penghasilan selain itu kita sebulan setelah kita masuk kerja langsung mendapat gaji. Itulah yang membuat pegawai negeri ditahun pertamanya akan langsung merasakan hidup yang mapan, apalagi belum mempunyai tanggungan kebutuhan anaknya. Seiring berjalannya waktu tentunya yang cuma menjadi seorang pegawai negeri, soal keuangan akan bertambah berat. Apalagi anak lebih dari satu, tentunya pengeluarannya akan bertambah banyak. Dengan hanya mengandalkan pamasukkan yang didapatnya setiap bulan yang monotone atau segitu terus, sebagai pegawai keuangannya semakin kedepan akan semakin berat. Kalau digambarkan dalam grafik malah tidak naik, tetapi malah cenderung turun atau kalau tidak lurus-lurus saja, tidak naik atau turun. Demikian yang dialami oleh Bp AB ini, grafik keuangannya malah cenderung turun seiring tanggungan kebutuhan yang semakin banyak walau kehidupannya masih dikatakan masih mapan. Itulah yang dialami oleh kebanyakan seseorang pegawai yang hanya mengandalkan pemasukan dari pendapatannya setiap bulan yang segitu-gitu saja.



Wirausahawan

Saya akan menceritakan kisah tentang pengusaha batik kayu asal krebet, bantul yogyakarta. Namanya adalah Bp anton, usahanya dirintis dari 0 dan sekarang menjadi sukses. Bp anton dulunya bisa dikatakan dulunya dari keluarga kurang mampu. Maka, anak kelima dari enam bersaudara ini lantas membuat kerajinan untuk mendapatkan uang. Dengan modal menggadaikan sertifikat tanah mulailah membuat usaha kecil-kecilan. Di tahun pertama katanya langsung bisa melunasi pinjamannya dibank. Bp anton mendirikan sebuah CV Sangar Punokawan, yang dulunya membuat kerajinan wayang kulit berganti ke media kayu karena susah bahan baku. Pilihan Bp Anton tepat, Usaha wayang klithiknya berkembang pesat dan peminatnya meningkat. Sukses ini lah yang membuat Pemerintah Kabupaten Bantul menjadikan Desa Krebet, tempat tinggal Bp Anton, sebagai sentra kerajinan kayu.Tak mau berpuas diri dengan satu produk, Bp Anton mengembangkan variasi kerajinan kayunya. Misalnya, topeng, selop, meja, kursi kayu, cermin dinding, suvenir pernikahan, dan lain-lainnya.Belakangan, ia menemukan cara membatik di atas kayu. Kerajinan inilah yang berhasil menembus pasar dunia, sekaligus mengangkat nama Bp Anton sebagai perajin sukses. Harga batik kayu Anton mulai Rp 2.500 sampai jutaan rupiah per unit. Sebagian bati kayu buatannya dipasarkan ke Eropa dan Amerika Serikat. Bp Anton juga menularkan keterampilan membatik kayu kepada warga desanya. Hingga saat ini, Bp Anton sudah menelurkan 37 perajin Mandiri. Setiap perajin bisa menyerap hingga 500 pekerja. "Jadi jangan heran kalau di Krebet tidak ada pengangguran. Omzet di Desa Krebet bisa lebih dari Rp 5 miliar per bulan. Itulah bedanya menjadi wirausahawan dengan pegawai. Jika wirausahawan semakin kedepan akan bertambah nilai penghasilannya. Tetapi itu semua bisa di capai dengan kegigihan, keuletan dan ketekunan, tidak bisa langsung instan begitu saja. Butuh waktu yang cukup lama untuk menikmati hasilnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar